bewok

Rabu, 17 Maret 2010

Kiat-Kiat Meraih Keberanian & Membuang Rasa Takut Yang Berlebihan

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi minderan atau kurang pe-de ketika berada di depan publik. Diantaranya adalah faktor keluarga: tidak adanya komunikasi di dalam keluarga, sehingga apa yang terjadi di dalam keluarga akan mempengaruhi perilaku seseorang di luar rumah. Orang tua (ortu) sangat berperan besar dalam pembentukan karakter dan keberanian seseorang, sehingga hendaknya orang tua selalu mengajak anak-anak mereka ke dalam pertemuan-pertemuan umum dan mengenalkan anak-anak mereka dengan kawan-kawannya.

Tapi tidak semua orang beruntung mendapatkan ortu yang faham dalam masalah psikologi pendidikan anak, sehingga diperlukan kiat-kiat yang bisa mengubah karakter seseorang yang sudah terlanjur menjadi karakter sejak kecil. Berikut adalah beberapa kiat-kiat yang dapat membantu seseorang meraih keberanian dan membuang sikap berlebih-lebihan dalam membesar-besarkan rasa takut.

a. Membiasakan diri

Kurang biasa terhadap suatu perkara dapat membawa kepada sikap pengecut; sebab apabila seseorang belum pernah melihat dan terbiasa dengan sesuatu, maka ia tidak akan berani menghadapinya. Seperti seorang pelajar apabila belum biasa berpidato, maka suaranya gemetar, air ludahnya kering & tubuhnyapun gemetar.

Demikian pula orang yang tidak terbiasa aktif dalam berbagai forum dan bergaul dengan orang banyak, maka ia akan takut kepada mereka dan ketakutan tersebut membawanya bersikap tertutup atau mengasingkan diri.

Solusinya adalah dengan berlatih atau membiasakan diri. Ia harus mencoba berpidato sehingga menjadi khatib, dan mencoba bersikap berani sehingga menjadi pemberani.

b. Siap menghadapi sesuatu yang tidak disukai terjadi dan tidak membesar-besarkan hasil yang dicapai.

Point penting & bermanfaat dalam masalah ini ialah menganggap ringan bila sesuatu yang tidak disenangi benar-benar terjadi.

Seandainya seseorang yang pertama kali berkhutbah, namun ternyata tidak bagus, dan para hadirin mengkritiknya, kemudian ia menganggap kecil hal tersebut seraya berkata dalam hatinya; “seluruh khatib menghadapi hal seperti ini”, niscaya ia akan menjadi berani dan tidak takut.

Demikian pula sekiranya seorang dokter memutuskan untuk melakukan operasi bedah kepada pasien, lalu pasien tersebut ditakdirkan meninggal, sedangkan si dokter menganggap kecil hal itu, niscaya ia dapat menghadapi perkara tersebut dengan tabah tanpa menimbulkan tekanan jiwa yang berlebihan.

Ibnu Hazm berkata, “Bersiaplah menghadapi sesuatu yang tidak disukai, niscaya berkurang kesedihanmu apabila sesuatu yang tidak kau sukai tersebut datang. Dan kegembiraanmu semakin besar dan semakin berlipat-ganda apabila datang kepadamu sesuatu yang kau sukai yangmana sebenarnya tidak pernah diperkirakan sebelumnya“.

c. Melihat akibat yang ditimbulkan.

Yakni melihat segala akibat dari sikap pengecut dan berani. Jika nampak jelas baginya bahwa kebaikan akan lebih cepat sampai kepadanya apabila ia berani daripada bersikap pengecut, maka hal itu akan membangkitkan keberaniannya.

Barangsiapa yang takut keluar dari negerinya untuk mencari rizqi atau ilmu, hendaklah ia melihat akibatnya, maka ia akan melihat berbagai kemungkinan. Mungkin saja ia akan sakit dalam perjalanannya dan boleh jadi ia akan meninggal di negeri orang. Tetapi yang meyakinkan adalah apabila ia tidak pergi, maka sempit rizqinya, sedikit ilmu dan wawasannya, menjadi penakut ataupun sudah pasti akan terkekang dalam kebodohan.

Melihat segala akibat yang ditimbulkan adakalanya membawa seseorang menjadi pemberani, terutama apabila ia mengetahui bahwa kehidupan ini bukanlah detak jantung semata, bukan hanya dilewatkan dengan makan dan minum, melainkan harus dilalui dengan perjuangan, kerja keras, memberi manfaat dan mengambil manfaat. Jika tidak demikian, maka manusia akan menjadi sampah yang tak berharga bagi siapapun.

d. Menyadari bahwa kita tidak mungkin bebas dari orang lain.

Bebas dari makian dan hujatan manusia adalah sesuatu yang sangat didambakan, terutama apabila orang tersebut termasuk orang yang diperhitungkan dan sedang melaksanakan tugas besar.

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mengira bahwa dirinya bebas dari makian dan celaan orang lain, maka ia adalah orang gila“.

Jika demikian halnya, maka seyogyanya seseorang tidak terlalu menganggap besar perihal orang lain dalam hatinya. Jangan sampai pengintaian mereka dan ketakutan terhadap celaan mereka menjadi penghalang dirinya untuk merealisasikan cita-citanya.

Basysyar bin burd berkata;

Siapa yang takut kepada orang lain, maka tak akan memperoleh keperluannya

Sedangkan sang pemberani dan tekun, akan meraih segala kebaikan.

Silm Al-Khasir juga telah berkata;

Siapa takut kepada orang lain, ia akan mati dalam kesedihan

Sedangkan orang yang berani, pasti meraih segala kelezatan.

e. Menyadari bahwa kegagalan itu tidak berbahaya.

Apabila seseorang pada mulanya mengalami kegagalan, sekali atau beberapa kali, maka jangan bingung dan putus asa. Ulangi terus-menerus, berusaha dan berusahalah lebih giat lagi. Ketahuilah bahwa kegagalan itu adalah jalan menuju keberhasilan dan bahwa kesalahan itu adalah jalan menuju kebenaran.

f. Percaya diri.

Seseorang tidak boleh hanya mengingat aspek-aspek kelemahan dalam dirinya, karena hal itu dapat membawa seseorang kepada sikap berlebih-lebihan dalam mengerdilkan dirinya, dan pada gilirannya menghambat untuk maju.

Hendaklah disamping mengingat aspek kelemahannnya, ia juga harus mengingat aspek-aspek kekuatan dan potensi dalam dirinya sehingga hal itu mendorongnya untuk maju.

g. Tawakkal kapada Allah setelah berusaha.

Jika seseorang hendak berbicara dalam sebuah forum, -misalnya-, hendaknya ia membuat persiapan sehingga tidak tergagap-gagap, terutama apabila masih tergolong pemula.

Jika seseorang telah berusaha (ikhtiar), maka hendaklah kemudian bertawakal kepada Allah dan menyerahkan urusannya kepada-Nya.

h. Imam kepada qadha dan qadar.

Imam kepada qadha dan qadar mengharuskan seorang hamba yakin bahwa sesuatu yang tidak ditakdirkan mengenainya, tidak akan menimpa kepadanya dan apa yang ditakdirkan menimpanya, maka tidak akan meleset darinya. Keimanan ini dapat membangkitkan dirinya untuk maju terus dan tidak peduli dengan apa yang diperolehnya.

i. Bersabar pada pukulan yang pertama.

Jika seseorang pertama kali berpidato, -misalnya-, maka ia harus bersabar saat pukulan yang pertama; karena kesabaran dapat menghilangkan kegusaran. Jika ia bersabar pada mulanya, maka mudah baginya untuk mengejar ketinggalannya. Sebaliknya jika ia putus asa dan belum apa-apa sudah mengalah, -kalah sebelum bertanding-, maka ia tidak akan mendapatkan kemuliaan.

j. Menyabung (bertaruh) nyawa.

Dengan inilah keberanian akan didapat, dengannya pula sikap pengecut bisa dienyahkan. Kadangkala manusia, -baik dia itu adalah pedagang, juru bicara, prajurit dll-, membutuhkan hal ini.

Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhum pernah berkata kepada ‘Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu, “Barangsiapa mencari kebesaran, maka ia harus menyabungnya dengan sesuatu yang besar pula“. [6]

Ka’b bin Zuhair radhiyallahu ‘anhu berkata;

Bukanlah bagi orang yang tidak mengendarai kebesaran itu suatu pencarian,

dan bukanlah bagi perjalanan yang digariskan oleh Allah itu suatu beban.

Jika anda tidak menghentikan kebodohan dan kekejian,

maka anda menjadi musibah bagi penyantun atau anda tertimpa kebodohan.

Juga dikatakan,

Kehinaan itu terletak pada sikap mengabaikan diri

Aku tidak melihat kemuliaan hidup tanpa mengusahakan jiwa untuknya .

Semoga bermanfaat dan segera bisa wake-up…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar