bewok

Rabu, 17 Maret 2010

Pengaruh & Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan

eranan kedua orang tua dalam pendidikan sangatlah besar dan pengaruhnya dalam meninggikan kemauan anak sangat begitu penting dan menentukan. Jika kedua orang tua memberi teladan dalam kebajikan, senantiasa memperhatikan pendidikan anak, dan berusaha menumbuhkan mereka dengan akhlak yang mulia serta menjauhkan mereka dari segala akhlak yang buruk dan perbuatan yang tidak terpuji, maka hal itu akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam jiwa anak-anak. Karena anak-anak cenderung merindukan kepada kepahlawanan, menyukai hal-hal yang mulia, menyenangi akhlak yang terpuji, membenci perkara yang tercela dan lari dari akhlak yang tercela.

Saya jadi teringat keponakan saya, Zufar, di Surabaya. Ketika masih kecil umur-umuran 3.5 tahunan sudah shalat wajib lima waktu, lucunya sebelum sholat dia mesti naik ke kamarnya di lantai 2 dan adzan dengan suara khasnya yang kuenceng. Kemudian iqomat sendiri dan shalat sendiri sebagai imam, tidak mau jadi makmum, dengan dikeraskan atau dilemahkannya bacaannya mengikuti kaedah yang benar, -mungkin dah dikasih tahu ibunya kali-. Tapi kalau saya sedang main kesana, dia selalu ikut saya ke masjid, dan selalunya ingin sholat di depan belakang imam persis, walaupun nantinya digeser jama’ah lain karena mungkin dianggap terlalu kecil, -kacihan deh…, gumam hati saya-.

Mengenai suaranya yang khas, kuenceng ketika amiin… sempat membuat kangen para jama’ah yang kebanyakan dah berumur. Waktu itu hari terakhir keluarga kakak saya tinggal di rumah kontrakan, besoknya dah pindahan ke rumah sendiri. Waktu sholat isyak Zufar ikut saya ke masjid, ketika kami mau pulang, kami pamitan sekalian kepada jama’ah masjid. Pak Imam dan Bu Imam yang sedang duduk-duduk di serambi masjid langsung bilang (kurang-lebihnya, dah agak lupa), “Wah suaranya kuenceng sekali kalo amiin, ngangeni suaranya, mungkin malahan dia yang amin nya diamini malaikat dan dikabulkan Allah Ta’ala, karena belum punya dosa“, benar juga ya dalam hati saya. Suaranya yang kas ini, menjadi menarik ketika dia adzan subuh dan membaca alfatihah + surat pendek dengan kerasnya waktu sholat subuh. Sampai seorang bapak yang dah sepuh tetangga rumah bilang, “wah mas Zufar kalau subuh mbangunkan mbah ya..” Tapi sekarang dia dah kelas 1 SD di al-Hikmah Surabaya, dan mungkin wis duwe dugho sehingga kebiasaan adzan ketika kecil dah dilupakannya atau mungkin malu ya..??.

Si Zufar juga dah pandai mbaca ketika umur-umur 3.5 tahunan lho. Waktu itu dia diajak ibunya untuk periksa giginya yang silver queen ke dokter gigi, mungkin lagi seneng2nya mbaca ya, eh ketika di ruangan dokter dia mengeja tulisan yang ada di ruangan. Sehingga pak dokter berkomentar, “eh kecil-kecil dah pandai mbaca“. Si kecil ini juga dah pandai mbaca al-Qur’an dan hafalannya sangat kuat, sehingga banyak hafal surat-surat di Juz’amma. Saya teringat juga waktu dulu menjaganya, saya perdengarkan murottal al-Qur’an oleh qari’ Musyari Rashid al-Fasi, eh masyaaAllah air matanya mengalir, seolah dia faham dan terhanyut oleh syahdu nya suara Musyari, saya jadi iba melihatnya kala itu. Ternyata si Zufar punya jiwa yang halus dan sangat hanif, dan sampai sekarangpun dia masih suka dengar murottal al-Qur’an, alhamdulillah.

Banyak hal-hal yang lucu dan bagus dari si Zufar ini, yang mungkin kalau ortunya bisa menjaga fitrahnya sampai besar nanti, alangkah bagusnya dan mungkin akan menjadi seorang yang ‘alim. Misalnya, kalau dia ke rumah mbahnya di Karanganyar-Solo yang dekat dengan masjid, pasti kalau sedang main dan mendengar adzan akan pergi ke masjid & mengajak kawan-kawannya. Ketika adzan subuhpun, dia langsung bangun dan lari ke masjid, padahal anak seumurannya biasanya masih pada tidur, sehingga bapaknya yang kawatir jadi ikutan ke mesjid, mengikutinya dari belakang.

Si kecil Zufar juga seorang yang dermawan, ortunya memang sejak dulu mengharapkan anaknya jadi orang yang dermawan dan suka membantu. Sehingga kalau mobil kita lewat salah satu rel kereta api di Ketintang yang tidak ada penghalangnya dan ada sukarelawan yang siang-malam menjaganya pasti Zufar disuruh ngasihkan uang ke penjaganya. Ortunya juga selalu menyediakan suatu tempat uang recehan di rumahnya untuk diberikan kepada pengemis yang kebetulan mampir ke rumah, dan si Zufar lah yang aktif memberikan uangnya kepada pengemis-pengemis itu. Suatu pendidikan moral-value: kedermawanan sejak dini yang sangat bagus.

Karena sifat dermawannya itu, kalau ada kawannya main ke rumah, semua mainannya pasti di keluarkan. Sehingga tak heran kata guru-gurunya di SD Al-Hikmah, di sekolah Zufar disenangi teman-temanya dan pandai bergaul. Laa wong kalau dia ke mbah nya di Karanganyar pasti kawan-kawan kampungnya pada berdatangan. Selamat deh untuk Zufar, semoga menjadi orang ‘alim yang ngamal dan orang kaya yang dermawan, sebagaimana hal tersebut dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sesuatu yang kita boleh iri bila ada pada diri seseorang (ghibthoh).

Ana masih ingat ketika dia masih bayi, betapa setiap malam mesti nangis, sehingga ibunya harus rela tidak tidur semalaman, padahal paginya harus ngantor dengan profesinya sebagai programmer, -ternyata kaum Hawa terkadang jauh lebih kuat daripada kaum Adam ya..-. Mungkin karena hidup di kota besar yang individual, Zufar kecil tak punya kawan seumuran dengannya sehingga sering kesepian. Ketika berumur 3.5 tahunan akhirnya dimasukkan ke playgroup walaupun waktu itu belum bisa ngomong. Tapi saya salut dengan PD-nya, kalau guru menawarkan kepada murid-murid untuk maju kedepan entah untuk nyanyi atau apa, dia pasti angkat tangan nomor 1, walaupun akhirnya di depan cuma diam, laa ngomong aja belum bisa. Ternyata dia mempunyai gejala autis, dan untung ortunya cepat tanggap sehingga bisa tertangani sejak dini. Saya masih ingat ketika waktu itu pulang dari M’sia dan si Zufar ikut menjemput di bandara, dan seingat saya dia tak pernah absen mengantar-jemput saya kalau saya pulang-balik ke negeri jiran ini. Di tengah perjalanan bapaknya bilang, “Om sekarang mas Zufar dah pandai ngomong“. Dan saya dengarkan sendiri dia berceloteh dengan lancarnya.

Kalau sifat PD nya kayaknya masih langgeng sampai sekarang. Belum lama ini saya pulang ke Karanganyar dan baliknya ke Surabaya ikutan kakak yang lagi mudik. Kemudian diperjalanan kita biasanya istirahat untuk makan dan shalat, ana iqomat dan biasanya kakak ipar saya yang menjadi imam. Iseng-iseng saja (canda doang), saya ngomong, “Ayo mas Zufar jadi Imam“. Eh dengan malu-malu dia maju beneran dan ketika sudah takbiratul ikram saya tarik dia sambil ketawa, PD banget anak ini gumam saya dalam hati. Bisa berabe anak kecil ini ngimami kita-kita yang dah makan garam, -walaupun dibolehkan kalau memang hafalan & pemahamannya lebih bagus dari kita-. Ngomong-ngomong dia juga sudah faham dan mengamalkan keringanan untuk menjamak & qashar sholat ketika dalam perjalanan. Mungkin karena seringnya dia safar ke rumah mbahnya di Karanganyar dan Temanggung kali, subhanallah!.

Yang jadi fokus perhatian saya terhadap si Zufar ini sebenarnya adalah bahwa sikap & perilaku dia yang demikian ini tak lepas dari peran ortunya, terutama ibunya yang selalu mendongenginya dengan dongeng-dongeng kepahlawanan ketika mau tidur. Pernah kok dia nangis uring-uringan, mungkin waktu itu dia lagi tidak mood, disuruh subuhan agak malas-malas, akhirnya oleh ibu nya dikasih jentik, padahal biasanya dikasih jempol. Wah jadi ramai tu rumah dengan jerit-tangis Zufar. Dia minta ibu nya ngulang sholat subuh lagi dengannya, wah..wah.. si Zufar, smoga dapat jempol terus deh.

Juga sifatnya ketika bayi yang selalu nangis itu adalah bawaan ibunya yang juga selalu nangis ketika bayi, kata bapak, mbah, om-om dan bulik-bulik saya. Kalau ibunya dulu ketika kecil habis tidur-waktu subuh suka menyanyi “Nina bobok Bobby sudah besar…, tidak boleh nakal“, kata bapak saya, sedang anaknya habis tidur-waktu subuh suka adzan, he..he… Bawaan ni ye ! :) .

Kembali ke tema asal. Kemudian, kualitas orang tua akan menular kepada anaknya, bahkan kecerdasan orang tua pun sangat berpengaruh dalam jiwa anak. Jadi, salah satu hal yang dapat mempersiapkan anak untuk menjadi cerdas ialah agar orang tua atau kakek mendahuluinya dengan kecerdasan. Sebab seringnya nama para pendahulunya yang pandai disebut-sebut di telinganya dan memperhatikan sebagian dampak kecerdasannya, maka keduanya dapat mempengaruhi kemauannnya dan memacu semangatnya; untuk mengikuti jejak para pendahulunya mendapatkan kedudukan yang mulia dan nama yang harum.

Berapa besarnya pengaruh kedua orang tua dalam pendidikan dan dalam jiwa anak-anak, seperti perihal salaf shalih kita yang telah mengeluarkan kepada kita generasi yang mulia, dan memberikan kepada kita generasi paling utama yang tidak seorang pun dapat menandinginya dalam keutamaan dan kemuliaan.

Siapakah yang berada dibalik pahlawan-pahlawan itu?. Dan siapakah yang mencetak mereka itu?. Jika kita tengok ihwal mereka dan mengikuti perjalanan mereka, niscaya kita ketahui bahwa di balik masing-masing mereka terdapat orang tua yang agung atau ibu yang agung yang mendidik anak-anak mereka untuk meraih kesempurnaan dan kemuliaan.

Dialah Amirul Mukminin Abul Hasan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum, ia berpindah-pindah dalam pendidikannya di antara dua belaian dada yang penuh hikmah dan mengasuhnya dengan akhlak yang agung dan mulia. Pertama ia disuapi oleh ibunya, Fathimah binti Asad, dan diasuh oleh ummul mukminin Khadijah binti Khuwalaid radhiyallahu ‘anha.

Inilah Amirul Mukminin, genius Arab, Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu. Di belakangnya ada ibu yang agung, Hindun binti ‘Utbah. Saat dikatakan kepadanya sementara Mu’awiyah masih bayi, “Jika ia hidup, maka ia akan memimpin kaumnya“. Maka ia (ibunya) menimpali, “Ibunya akan kehilangan dia, jika ia hanya memimpin kaumnya“.

Adalah Mu’awiyah bila diberi suatu kebanggaan dan dipuji karena kepiawaian pendapatnya, maka ia menisbatkan dirinya kepada ibunya. Lantas ia mengejutkan pendengaran para musuhnya dengan mengucapkan, “Aku adalah putra Hindun“. [1]

Dan inilah Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu, dibelakangnya ada ibu besar, mulia dan pemberani, Asma bin Abi Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhum.

Asma’ pernah berkata, saat ia diberi kabar kematian putranya Abdullah bin Az-Zubair, “Apa yang menghalangiku untuk sabar, padahal kepala nabi Yahya bin Zakariya telah diserahkan kepada seorang pelacur bani Israil“. Ia pun sebelumnya juga berkata, ketika putranya meminta pendapatnya untuk memerangi Hajjaj Ats-Tsaqafi, “Pergilah!!. Demi Allah, ditebas dengan pedang demi kemuliaan adalah lebih utama daripada dipecut dengan cemeti demi kehinaan“. [2].

Smoga kita bisa meneladaninya, terutama kaum Hawa.., ditangan kalian lah masa depan generasi umat ini…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar